Mengenal Master List Dalam Proses Impor Barang Operasional Perminyakan

Master List adalah dokumen rencana induk kebutuhan Barang Operasi yang akan diimpor dan akan digunakan yang disusun oleh Kontraktor yang digunakan untuk operasi Perminyakan, Gas dan Panas Bumi dalam lingkup Kegiatan Usaha Hulu sebagai dasar pengajuan impor Barang Operasi yang selanjutnya disebut Rencana Kebutuhan Barang Impor (RKBI). Yang dimaksud dengan Barang Operasi disini adalah semua barang dan peralatan yang secara langsung dipergunakan untuk operasi Kegiatan Usaha Hulu termasuk kegiatan pengolahan lapangan, pengangkutan, penyimpanan dan penjualan hasil produksi sendiri yang tidak ditujukan untuk memperoleh keuntungan dan/atau laba antara lain kegiatan LNG dan/atau LPG sebagai kelanjutan dari Kegiatan Usaha Hulu yang dilakukan Kontraktor Pertamina yang bekerjasama dengan Badan Pelaksana.

Masterlist Impor Barang Operasional Perminyakan

Barang-barang Operasi dibagi dalam dua golongan yaitu : Golongan I dan Golongan II.

Secara singkat definisinya adalah sebagai berikut:

  • Golongan I: adalah Barang Operasi yang atas impornya tidak dipungut lagi Bea masuk dan Pajak dalam rangka impor sesuai Pasal 15 huruf d Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 dan sesuai Pasal 4 ayat (2) Keputusan Presiden Nomor 49 Tahun 1991.
  • Golongan II: adalah Barang Operasi yang diimpor berdasarkan Pasal 9 dan Pasal 26 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995, dengan Jaminan Tertulis sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri.

Catatan : Barang Operasi Golongan II harus diekspor kembali setelah ijin penggunaannya jatuh tempo atau selesai penggunaannya sebelum jatuh tempo.

Penggunaan Master List/RKBI dalam kegiatan perusahaan yang bergerak di bidang Minyak dan Gas adalah sebagai syarat untuk mendapatkan:

  1. penanggungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) oleh Pemerintah atas impor barang untuk kegiatan usaha eksplorasi hulu minyak dan gas bumi serta panas bumi
  2. pembebasan pajak bea masuk atas Barang Operasi yang digunakan dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi (“Fasilitas”).

Pemberian Fasilitas hanya akan diberikan atas Barang Operasi yang dipergunakan untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi serta panas bumi dengan ketentuan sebagai berikut :

  1. Barang tersebut belum dapat diproduksi di dalam negeri
  2. Barang tersebut sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan
  3. Barang tersebut sudah diproduksi di dalam negeri namun jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri.

Barang Operasi yang diperoleh dari hasil impor maupun yang diperoleh dari dalam negeri dan telah masuk dalam Master List/RKBI merupakan Barang Operasi yang akan dipergunakan dengan cara pembelian maupun penyewaan. Untuk Barang Operasi yang disewa berdasarkan kontrak antara Kontraktor dengan pihak lain, maka ada beberapa ketentuan sebagai berikut :

  1. Barang Operasi tersebut hanya untuk digunakan dalam Kegiatan Usaha Hulu
  2. Pada saat telah berakhirnya kontrak dalam hal penggunaan Barang Operasi, maka Kontraktor wajib segera melaksanakan ekspor atas Barang Operasi yang disewa. Dalam hal tidak segera dilakukannya ekspor yang dimaksud, maka Kontraktor atau pihak lain yang berkontrak dengan Kontraktor akan dikenakan sanksi berupa teguran tertulis dan/atau denda sebesar Bea Masuk dan/atau Pajak Dalam Rangka Impor yang Tidak Dipungut.

Kontraktor dapat melakukan pemindahan lokasi dan/atau pengalihan tanggung jawab antar Kontraktor atas Barang Operasi yang disewa setelah mendapat persetujuan SKK MIGAS. Kontraktor wajib segera menyampaikan laporan kepada SKK MIGAS dan Direktorat Jenderal Migas mengenai pelaksanaan pemindahan lokasi dan/atau pengalihan tanggung jawab tersebut secara tertulis dan/atau melalui media elektronik. Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud maka Direktorat Jenderal Migas dan SKK MIGAS akan melakukan pencatatan dan pengadministrasian atas Barang Operasi yang disewa.

Kontraktor dalam melakukan perbaikan Barang Operasi wajib mengutamakan pemanfaatan fasilitas perbaikan di dalam negeri. Dalam hal fasilitas dalam negeri tidak mampu, Kontraktor dapat mengirimkan Barang Operasi untuk perbaikan ke luar negeri setelah mendapat persetujuan SKK MIGAS. Pemasukan kembali Barang Operasi ke dalam negeri dilaksanakan sesuai dengan tata cara impor Barang Operasi yang juga mendapatkan Fasilitas.

Penghapusan Barang Operasi untuk dimanfaatkan, dipindahtangankan atau dimusnahkan wajib terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri Keuangan berdasarkan usulan Menteri ESDM. Untuk mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan, BP Migas mengajukan permohonan kepada Menteri ESDM melalui Direktur Jenderal. Pemanfaatan yang dimaksud adalah meliputi sewa, bangun guna serah dan dipinjamkan. Sedangkan untuk pemindahtanganan meliputi penjualan, hibah, penyertaan modal negara, dan tukar-menukar (ruitslag).

Prosedur dan persyaratan yang terkait dengan penggunaan Master List/RKBI adalah sebagai berikut:

I. Tahap pembuatan RKBI

Untuk mendapatkan Fasilitas, Kontraktor terlebih dahulu menyusun Rencana Kebutuhan Barang Impor (RKBI) yang memuat data :

  1. – nama Kontraktor Kontrak Kerja Sama/Kontrak Bagi Hasil;
    – alamat;
    – NPWP;
    – status Kontrak Kerja Sama/Kontrak Bagi Hasil;
    – daerah operasi;
    – nama kegiatan/proyek;
    – nomor dan tanggal pengajuan;
    – kode identifikasi material;
    – pos tarif (kode Harmonized System);
    – deskripsi barang;
    – spesifikasi;
    – perkiraan jumlah dan harga; dan
    – tujuan penggunaan Barang Operasi yang bersangkutan.

Dalam menyusun Rencana Kebutuhan Barang Impor (RKBI), Kontraktor wajib mengutamakan penggunaan barang, jasa, teknologi serta kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri secara transparan dan bersaing untuk perencanaan kebutuhan dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan.

II. Tahap pengajuan RKBI

Selanjutnya Kontraktor mengajukan permohonan RKBI kepada Direktur Jenderal melalui SKK MIGAS. Setelah mempertimbangkan kesesuaian RKBI dengan Authorization For Expenditure (AFE) dan Work Program and Budget (WP&B), SKK MIGAS akan menyampaikan kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari setelah diterimanya permohonan dari Kontraktor.

Dalam hal setelah jangka waktu tersebut SKK MIGAS belum menyampaikan RKBI, Kontraktor dapat langsung mengajukan RKBI kepada Direktur Jenderal. Pengajuan RKBI oleh Kontraktor dilakukan sebelum dilaksanakan proses pengadaan barang operasi yang tercantum dalam RKBI yang bersangkutan.

III. Tahap verifikasi

Direktur Jenderal melakukan verifikasi terhadap RKBI meliputi aspek legal, teknis, dan penggunaan produksi dalam negeri.

Verifikasi terhadap aspek legal meliputi:
– nama Kontraktor;
– status Kontrak Kerja Sama/Kontrak Bagi Hasil;
– alamat;
– NPWP;
– daerah operasi;
– nama kegiatan/proyek;
– nomor dan Tanggal Pengajuan.

Verifikasi terhadap aspek teknis meliputi:
– kode Identifikasi Material;
– pos tarif (kode Harmonized System);
– deskripsi barang;
– spesifikasi;
– perkiraan jumlah dan harga;
– tujuan penggunaan Barang Operasi.

Verifikasi terhadap aspek penggunaan produksi dalam negeri mengacu pada kemampuan industri dalam negeri sesuai dengan Apresiasi Domestik Produk (ADP) yang diterbitkan oleh Direktorat Jendral dan Daftar Inventarisasi Barang (DIB) yang diterbitkan oleh Departemen Perindustrian. Dalam rangka pelaksanaan verifikasi RKBI dan penilaian kemampuan produksi dalam negeri Direktorat Jenderal dapat menggunakan jasa surveyor independen.

Direktur Jenderal menandasahkan hasil verifikasi RKBI menjadi Rencana Impor Barang (RIB) dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah diterimanya RKBI secara lengkap dan benar. Terhadap barang yang telah diproduksi di dalam negeri dan memenuhi persyaratan kapasitas dan kualitas produksi, tidak dicantumkan dalam RIB. RIB mempunyai masa berlaku selama 1 (satu) tahun sejak tanggal ditandasahkan. Dalam hal RIB telah habis masa berlakunya, Kontraktor dapat mengajukan RKBI baru.

IV. Tahap pelaksanaan impor

Berdasarkan RIB, Kontraktor menyampaikan pengajuan permohonan penanggungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) oleh Pemerintah atas impor barang untuk kegiatan usaha eksplorasi dan sekaligus pembebasan Bea Masuk dan/atau Pajak Dalam Rangka Impor Tidak Dipungut atas Barang Operasi.

Impor Barang Operasi dilaksanakan Kontraktor dengan mengajukan PIB yang ditandatangani oleh pejabat SKK MIGAS atau pejabat Kontraktor yang ditunjuk sebagai kuasa yang sah oleh SKK Migas.

Kontraktor dapat memanfaatkan penggunaan kawasan berikat (bounded area) dan/atau gudang berikat (bounded warehouse). Dalam hal impor Barang Operasi yang diatur tata niaga impornya, Kontraktor wajib mengikuti sesuai dengan ketentuan tentang tata niaga impor. Kontraktor juga wajib menyampaikan laporan realisasi impor Barang Operasi setiap 3 (tiga) bulan sekali secara tertulis dan/atau melalui media elektronik kepada Direktorat Jenderal dan SKK MIGAS.

Dalam hal terdapat impor Barang Operasi yang telah tercantum dalam ADP tanpa menggunakan RIB maka terhadap importir atau penyedia barang (vendor) yang terikat dengan kontrak/Purchase Order (PO) harus menanggung segala biaya yang dikeluarkan dan tidak dapat dibebankan dalam biaya operasi (cost recovery). Begitu juga apabila terdapat impor Barang Operasi tanpa menggunakan RIB maka terhadap importir atau penyedia barang (vendor) yang terikat dengan kontrak/Purchase Order (PO) harus menanggung segala biaya yang dikeluarkan dan tidak dapat dibebankan dalam biaya operasi.

Terhadap impor Barang Operasi untuk keadaan mendesak yang berdampak pada keselamatan dan lindungan lingkungan dan/atau terhentinya operasi Kegiatan Usaha Hulu, Kontraktor dapat mengajukan pembebasan Bea Masuk dan/atau Pajak Dalam Rangka Impor Tidak Dipungut berdasarkan invoice/proforma invoice yang telah mendapat penandasahan Direktorat Jenderal sebagai pengganti RIB.

Invoice/proforma invoice yang telah mendapat penandasahan Direktorat Jenderal tersebut digunakan Kontraktor untuk melaksanakan impor Barang Operasi dengan mengajukan PIB yang ditandatangani oleh pejabat SKK MIGAS atau pejabat Kontraktor yang ditunjuk sebagai kuasa yang sah oleh SKK MIGAS. Dalam waktu bersamaan Kontraktor wajib mengajukan permohonan pembebasan Bea Masuk dan/atau Pajak Dalam Rangka Impor Tidak Dipungut terhadap impor Barang Operasi untuk keadaan mendesak. Kontraktor selanjutnya wajib menyampaikan laporan realisasi secara tertulis dan/atau melalui media elektronik kepada Direktorat Jenderal dan SKK MIGAS.